“Karena kau menulis, suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi sampai
jauh, jauh kemudian hari.”
Satu pepatah dari Pramoedya Ananta Toer
menggerakkan tangan saya untuk menulis sekilas perjalanan hidup selama saya tumbuh
dan berkembang di bumi yang subur ini. Saya menulis untuk tak terhitung anak
korban (survivor) broken home yang masih abu – abu dalam
menghadapi getirnya hidup.
Saya menulis untuk tak terhitung anak dari keluarga dengan perekonomian pas – pasan yang jungkir balik untuk membantu perekonomian keluarga. Saya menulis untuk tak terhitung anak dengan keluarga utuh dan perekonomian stabil yang mungkin masih sering mengeluh. Saya menulis untuk anak cucu saya di masa depan.
Saya menulis untuk tak terhitung anak dari keluarga dengan perekonomian pas – pasan yang jungkir balik untuk membantu perekonomian keluarga. Saya menulis untuk tak terhitung anak dengan keluarga utuh dan perekonomian stabil yang mungkin masih sering mengeluh. Saya menulis untuk anak cucu saya di masa depan.
Saya tekankan di awal, saya menulis
dengan sadar. Tidak ada niatan mengumbar aib karena saya pikir ini bukan aib.
Tidak ada niatan untuk kemudian jadi tenar karena lebih baik jadi manfaat,
bukan jadi tenar.
Sejujurnya apa yang saya tulis di
blog ini belum pernah saya ceritakan secara detail kepada siapapun, khususnya
keluarga dan sahabat dekat, sampai usia saya 21 tahun kemarin. Kemudian setahun
belakangan ini saya kerapkali menjadi subjek penelitian para calon psikolog dan
psikolog yang pada akhirnya juga mendorong saya untuk coba deh mengekalkan kisah. Oh ya, penelitian para calon psikolog
dan psikolog tersebut beragam seperti daya kerentanan menghadapi masalah, post traumatic growth, dampak keluarga
bercerai terhadap psikis remaja dewasa, dan masih banyak lagi. Umumnya seputar
pengalaman saya sebagai penyintas broken
home.
Beberapa waktu lalu, Tuhan
mengamanahkan pada saya sebuah predikat “Mahasiswa Terinspiratif” versi
Rimbawan Awards 2016, Fakultas Kehutanan UGM. Saya kemudian mikir, hal – hal apa ya yang bisa mengejawantahkan
predikat tersebut? Terbesitlah dalam benak untuk menulis di blog lagi.
Namun kali ini blog dengan alamat dan nuansa berbeda.
Gagal Bunuh Diri Sekian Kali
Barangkali beberapa pembaca sempat
terkaget – kaget dengan statement saya
di judul. Ya, sedari kelas II SMP sampai kuliah di semester II saya cukup
sering melakukan percobaan bunuh diri. Beberapa alasan mengapa saya melakukan
hal tersebut, antara lain :
1. Saya memiliki orangtua single parent. Semenjak Papa ‘pergi’
saat saya berusia 8 tahun, Mama adalah single
fighter di keluarga saya. Saat itu Mama bukanlah seorang wanita karier atau
perempuan bekerja yang memiliki pekerjaan tetap. Mama serabutan kesana kemari.
Mulai dari menjual gordyn, selimut, sprei, membuka pijat refleksi, ikut peruntungan
undian ini itu, dan masih banyak lagi.
Semenjak Papa ‘pergi’ jelas kehidupan
keluarga berubah drastis, utamanya perihal perekonomian. Dian kecil saat itu
adalah seorang yang sehari – hari makan nasi krupuk kecap aja. Terkadang bikin mie instan, satu mie instan dibagi bertiga,
itu sudah sangat membahagiakan. Lebih membahagiakan lagi kalau pohon mangga di
halaman rumah berbuah, sehingga mangga – mangga muda bisa dibuat tumis.
Dian kecil saat itu adalah seorang
yang sangat gemar bercocok tanam secara mandiri. Melihat sisa tanah di belakang
rumah yang cukup luas, ditanaminya bayam yang bijinya diambil dari ladang bayam
tetangga, ditanaminya tomat dan cabai yang bijinya dikeringkan dari tomat dan
cabai busuk, ditanaminya singkong yang batangnya diperoleh dari sisa pencabutan
singkong tetangga, ditanaminya pepaya, daun pandan dan masih banyak lagi. Hasilnya? Sangat memuaskan dan mampu membantu
urusan dapur keluarga. Jika mengingat masa kecil saya, saya jadi tersedu. Saat ini saya begitu
bangga pada saya di masa kecil.
Berjalannya waktu, karena melihat Mama
semakin kerepotan mengurus keluarga (kebetulan saya punya satu adik perempuan
yang usianya hanya terpaut satu tahun) juga jengahnya saya saat itu sering
menghadapi Mama yang sangat amat gampang meledak, saya memutuskan untuk mencoba
bunuh diri yang pertama.
Cara saya waktu itu yaitu dengan mengiris
- iriskan silet (bagian tumpul) ke nadi tangan. Saya melakukannya di sekolah dan
walhasil berdarah. Karena saat itu saya penakut, saya nangis dan ngacir
sendiri. Namun usaha ini saya lakukan berkali – kali dan gagal karena ketakutan
sendiri.
Usaha paling konyol yang pernah dan
juga sering saya lakukan menyeberang pelan – pelan di jalan raya supaya
ditabrak mobil. Bukannya ditabrak, mobil – mobil selalu menurunkan lajunya,
padahal dari jauh kelihatan ngebut.
2. Saya punya pemikiran “Kasihan Mama.
Kerja pontang – panting sendiri. Harus ngurus dua anak. Akan lebih baik Mama ngurus
dek Tika (nama panggilan adik saya) aja.”
Selain usaha – usaha bunuh diri
konyol yang saya lakukan semasa SMP, menginjak masuk kuliah hasrat untuk
mengakhiri hidup semakin besar. Karena jauh dari pengawasan Mama dan pemikiran –
pemikiran saya di atas masih saja mengganggu maka usaha bunuh diri saya lebih
ekstrim
Saya sering ‘nge-drugs’ minum Myla*ta
cair sebotol isi 50 ml sekali tenggak. Minum panadol 4 biji sekali tenggak. Dan
masih banyak lagi. Usaha itu sukses membuat saya dehidrasi berat. Kejadian
dehidrasi berat seperti tiba – tiba pingsan dan keringat dingin sekujur tubuh
selalu saja ditemukan oleh teman – teman saya sehingga saya pun dilarikan ke
rumah sakit. Beberapa kali saya melakukan hal ini, eh saat lagi sakit –
sakitnya malah diketahui teman akhirnya dilarikan rumah sakit lagi. Berkali –
kali masuk rumah sakit selalu tidak terdengar kabarnya di telinga Mama.
Alhamdulillaah.
Namun ada satu kali waktu itu efek
dari ‘nge-drugs’ benar – benar hebat dan saya harus masuk ICU serta opname
hampir dua minggu lamanya.
Well,
percobaan bunuh diri gagal lagi.
Usaha ‘nge-drugs’ dengan dosis yang
tidak biasa ini pada akhirnya saat ini malah menyebabkan saya memiliki batu
ginjal dan gastritis :’) Sungguh saya meminta maaf untuk semua pihak yang sudah
saya repotkan saat itu. Saya benar – benar khilaf. Mohon maaf dan mohon dimaafkan.
3. Terkadang saya mengalami fase depresi
berat. Entah saya nggak tahu namanya apa.
Sejak semester I kebetulan saya aktif
di 6 organisasi sekaligus baik lingkup fakultas hingga internasional. Saat
berkuliah dan berorganisasi ya saya berusaha seceria dan sebahagia mungkin.
Meski jujur, saat itu hanya kepalsuan belaka.
Setiba di kos, saya selalu merasakan
keanehan dalam diri saya. Tiba tiba ziinkkkk.. Seolah hidup saya hampa.
Hampaaaaaa sekali. Sudah saya kuat – kuatkan dengan shalat dan mengaji, namun
kehampaannya selalu sangat terasa. Jika sudah demikian, saya jadi aneh.
Suka tertawa – tawa sendiri di dalam
kamar kos. Kemudian mengambil setrika. Ujung setrika (bagian yang lancip) saya
tusuk – tusukkan ke kepala sambil tertawa kecil sampai kepala berdarah. Entah
ini namanya apa. Yang jelas sangat sering hal ini saya lakukan. Dan jika sudah
depresi, godaan untuk mengakhiri hidup kembali lagi. Depresi berat ini saya
alami selama satu tahun lebih.
(bersambung)
PS.
Part I ini saya dedikasikan untuk pihak – pihak yang menyelamatkan saya
di masa sakit saat dehidrasi berat (yangmana masih belum tahu kisah ini).
Teruntuk :
Teruntuk :
Sahabat kental seorganisasi dan se-Gelanggang : Fifi Fauruzi, Mita Hanifah,
dan Andrinalia Buya Afia
Sahabat se-kos : Sekar Ayu Woro Yunita
Teman – teman UKM Perisai Diri UGM
Yogyakarta, 25 November 2016
Ditunggu part selanjutnya, selanjutnya, dan selanjutnya lagi... :)
BalasHapusmaturnuwun sanget, mas Sundah.. sudah baca tulisan saya. semoga bermanfaat :')
Hapus:)
BalasHapussemangat nulisnya yan...
Waaah.. Moniiiik.. Makasih banyak sudah bacaa.. semoga bermanfaat yaaa :)
HapusSpeechless :')
BalasHapusEh Titaaa. Haloo! Makasih yaa udah bacaa :)
Hapusi was tearing Dian.. you just inspiring.. so inspiring..
BalasHapussemangat gas terus ..
Waaah, Zaaa. Sorry for making you cryyy :( Terimakasih banyak sudah baca tulisanku. Semoga bermanfaat yaaa :)
Hapusterbaik :')
BalasHapusHellooo bcah kecil Nabilaaa wkwkwkwkw. Kamu juga terbaaiiik! Makasih yaaa udah bacaaa :)
HapusThebest mbaa, makin ngefans sama kamu
BalasHapusThe best lah pokoknya dian! Semangat selalu :D
BalasHapus