Sejak saya usia 8 tahun saya sudah
menghadapi masalah berupa perceraian orang tua yang dampaknya mengikut hingga
saya beranjak dewasa. Bisa dibayangkan, anak ingusan seperti saya di waktu itu
sering dihinggapi rasa iri ketika momen pengambilan raport tiba, ketika musim
liburan, ketika lebaran, dan banyak momen lainnya.
Jika banyak kawan sekelas yang
orangtuanya lengkap hadir saat pengambilan raport, maka hanya Mama saya
sendirilah yang datang. Untuk selanjutnya lambat laun saya jadi tahan kuping ketika kawan
bertanya ‘Kok yang ngambil raport Ibumu aja?’.
Jika banyak kawan sepermainan selalu
mengagendakan liburan semester bersama Ayah Ibunya, maka saya tidak akan
demikian. Saya memilih tinggal di rumah membantu Mama, merawat ladang bayam
saya, atau menulis cerita pendek untuk kemudian dikirim ke surat kabar. Mama
sangat jarang mengajak kami liburan. Sangaaaaaat jarang. Saya dan adik
terkadang juga merengek namun seringnya ditanggapi dingin oleh Mama. Sejurus
kemudian kami berdua menjadi terbiasa : tiada kata liburan keluarga saat
liburan semester.
Oh ya, momen lain yang paling
menyesakkan saat liburan adalah saat membeli peralatan belajar baru di swalayan. Setiap
berdiri di swalayan, pedih hati saya melihat keluarga yang begitu bahagia
dipandang. Melihat anak seusia saya memilih tas baru ditemani oleh Ayah dan
Ibunya kemudian saya menengok ke diri sendiri, di samping saya hanya ada Mama dan
adik saya. Pedih dan iri hinggap tanpa ampun. Mata saya panas, hati saya
gemetar. Ya, saya sudah sering merasakan hal itu di masa yang masih sangat
belia.
Lain lagi saat momen lebaran. Saya
dan adik dibawa ke rumah nenek dari garis Mama saya. Tanpa Papa, jelas. Setelah
shalat Idul Fitri, seperti ritual keluarga pada umumnya, sungkeman. Maka urutan
saya bersungkem adalah seperti ini : Kakek, Nenek, Mama, Tante, Om. Tanpa Papa, jelas.
Hal yang belum disampaikan ke pembaca
yakni seusai perceraian orangtua saya, saya dan adik menjadi sangaaaaaat
terbatas untuk bertemu Papa. Kami dan Papa bertemu hingga sampai saya duduk di
bangku SD kelas IV. Cara pertemuan kami pun unik. Mama akan memberitahu saya
dan adik bahwa (misal) hari ini Papa
mengajak bertemu di SD. Maka
sepulang sekolah, saya dan adik akan menunggu Papa di jam yang telah ditentukan
di toko samping SD kami saat itu. Setibanya Papa akan memberikan uang saku, dan
kemudian pergi. Kami hanya bertemu sepekan sekali atau bahkan sebulan sekali
saja.
Namun pertemuan tersebut tidak
berlangsung lama sampai akhirnya Papa tidak menemui kami sama sekali hingga
hampir 10 tahun lamanya. Bahkan selama hampir sepuluh tahun itulah saya tidak
tahu apakah Papa saya masih hidup atau sudah wafat. Sama sekali tidak ada kabar
karena konon Papa pindah keluar kota.
Lantas bagaimana momen lebaran
setelah perceraian orangtua saya sampai akhirnya Papa benar – benar ‘pergi’?
Ini lebih unik lagi. Setelah puas
berlebaran di rumah nenek, saya dan adik akan diantar Mama ke terminal salah
satu kota di Jawa Tengah. Selanjutnya kami diminta menunggu di suatu toko dan
tak lama setelah itu Papa menjemput kami. Kami dibawa ke rumahnya (saat itu
Papa tinggal di rumah sendiri) dan berlebaran dengan Papa dua sampai tiga hari
saja. Usai berlebaran dengan Papa, kami dibawa ke terminal dan dijemput oleh Mama.
Jika mungkin pembaca terheran – heran
‘Dian kok berani banget cerita masalah ini ke publik?’
Karena tidak setiap orang menghadapi
masalah layaknya saya di waktu kecil.
Apabila pembaca diberkahi dengan
keluarga yang utuh, harmonis, bahagia, sudah sangat sepatutnya bersyukur. Sudah
sepatutnya berbenah diri jika selama ini masih banyak mengeluhkan masalah yang
dihadapi, apalagi untuk masalah yang remeh temeh. Betul?
Rasa pedih dan iri yang saya rasakan
sejak kecil seolah seperti terpupuk dan berkembang. Karena menjadi terbiasa
untuk pedih dan iri, utamanya dengan kebahagiaan keluarga lain, maka ada emosi
negatif yang tersimpan dalam diri saya.
PS : Cerita saya di part berikutnya
(part IV) akan jadi part terakhir.
Yogyakarta, 29 November 2016.
Dian, aku paham kamu lebih kuat dari yang terlihat, selamat yaa, prosesmu sangat panjang :*
BalasHapus