The World is Flat : When the world goes flat ─and you are feeling flattened─reach for shovel and dig inside yourself. Don’t try to build walls.
-Thomas L Friedman dalam bukunya “The World is Flat”
Hampir semua penduduk
bumi belahan manapun pasti akan setuju bahwa pada abad ini media sosial menjadi
jembatan penting penghubung arus informasi. Suka tidak suka, siap tidak siap, setiap
orang dari berbagai kalangan harus menyesuaikan diri di era yang serba
berteknologi canggih. Sudah tidak seharusnya
kita try to build walls karena
perkembangan zaman memang menuntut kita demikian. Bahkan beberapa Putri dari Keraton Jogja seperti Gkr Hayu dan Gkr Bendara
pun menggunakan instagram untuk membagi keseharian mereka sebagai Putri Raja.
Menilik pada apa yang
terjadi beberapa kurun tahun terakhir, media sosial menjadi hal strategis dalam
menggiring opini publik hingga menciptakan konklusi atas suatu permasalahan. Satu
contoh kasus yang sedang hangat diperbincangkan di Indonesia yaitu kasus
kematian seorang siswa korban gladiator antar SMA di Bogor. Kejadian naas nan
memilukan itu sudah terjadi pada Januari 2016 dan luput dari perhatian pihak
berwenang! Setelah satu tahun lebih berlalu kasus kembali mengemuka karena ibu
dari korban, Maria Agnes, menulis keresahan hatinya tentang kasus yang tak
kunjung menemukan titik terang di laman facebook-nya.
Tulisan tersebut kemudian dikomentari oleh lebih dari 2.000 orang dan dibagikan
oleh netizen sebanyak lebih dari 45.000 kali. Hampir semua netizen meradang
membaca tulisan Bu Maria, mengecam pihak kepolisian yang lalai menjalankan
tugas pokok dan fungsinya.
Usaha sederhana Bu Maria
berbuah manis. Tak lama setelah tulisannya viral, kasus kematian anaknya kemudian
ditangani secara serius oleh kepolisian. Kronologi kejadian terbongkar, satu
demi persatu tersangka ditangkap.
Sebagai pengguna media
sosial, saya pribadi semakin sering mendapati unggahan atau tulisan yang viral
di lini media. Mulai dari hal – hal kreatif, lucu berbau sarkas hingga kasus
paling sensitif sekalipun. Terlepas dari dampak peranan media sosial dalam
menggerakkan opini publik, baru – baru ini saya mendapat pengkayaan batin yang
luar biasa karena salah satu tulisan saya yang kebetulan viral di line massenger.
Sebenarnya bukan kali
pertama saya menulis di media sosial dan... kok viral. Namun satu tulisan yang
baru saja viral ini memang memuat isu yang sangat sensitif. Kronologi awalnya
pada tanggal 22 September 2017 kurang lebih pukul 8.30 malam, saya tidak sengaja
melihat unggahan akun Dagelan di instagram (frankly
speaking, saya salah satu pengikut akun – akun lucu seperti 9gag,
hahahavideo dan Dagelan. Habis lucu sih hehehe). Unggahan tersebut berisi foto
dua orang lelaki dengan sebuah banner
bertuliskan “Partai Ponsel Launching Nikahsirri.com: Pengentasan Kemiskinan
Melalui Strategi Nikah dan Lelang Perawan”. Saya bergidik saat menyimak
unggahan itu. Benak saya dipenuhi rasa penasaran “Ini Dagelan emang lagi ndagel
atau gimana sih? Tapi kok ya nggak lucu banget.”
![]() |
Dok. Pribadi |
Lantas coba saya iseng
mengetikkan nikahsirri.com di laman google.
DAN YOU KNOW WHAT, I FOUND IT!
Website ini benar – benar ada!!!! Eksis di jagad bumi pertiwi! Saya kemudian
iseng lagi dengan mencari di play store, mengetikkan nikahsirri.com lagi. Dan
ternyata ada!! Sudah nangkring di play store. Ya Allaah,........ meradang hati
saya bukan main. Saya pun kembali membuka website, membaca secara keseluruhan
isinya. Ya Allaah...... Istighfar tiada henti. Nggak bisa dijelaskan betapa
meradangnya saya usai membaca konten website yang menyakitkan, vulgar bahkan memuat
unsur pornografi.
Ya, bagaimana tidak
meradang saat saya sebagai perempuan mendapati tulisan:
- Virgin wanted, no experiences needed
- Keperawanan perempuan adalah aset berharga keluarga miskin
- ... Saat mereka (lelaki) mengalami puber kedua, jenjang karir dan kesuksesan sudah digapai, sayang istri sudah menopause dan semangat berintim ria memudar
Yang paling tidak waras
lagi dalam website tersebut juga tertulis secara gamblang seperti yang tertera
di capture foto berikut:
![]() |
Dok. Pribadi |
![]() |
Dok. Pribadi |
HELLO, PAK YANG BIKIN
APLIKASI........ Anda sehat? Logika macam apa yang mendasari Anda membangun
aplikasi yang mengarah pada komersialisasi seks dan eksploitasi bahkan
pelecehan terhadap kaum perempuan di atas nama agama?
Mengapa saya sebut di
atas nama agama? Karena si pembuat aplikasi bermain dengan latar belakang
nikahsirri menurut Islam.
![]() |
Dok. Pribadi |
![]() |
Dok. Pribadi |
Kekesalan saya terhadap
aplikasi ini kemudian saya tumpahkan lewat tulisan singkat di line massenger. Saya sertakan juga
beberapa capture foto konten website
nikahsirri. Tiga menit berselang, unggahan yang saya setting ke publik tiba – tiba hilang. Seseorang me-report unggahan saya sehingga praktis
dihapus oleh administrator line.
Benak saya meraba, “Apa yang salah dengan post
saya?”. Padahal saya hanya menulis “Semoga Engkau meninggikan derajad kaum
perempuan Ya Rabb.” As simple as that
kekesalan yang saya tumpahkan.
![]() |
Dok. Pribadi/ Post saya di-report untuk pertama kali |
Tak berhenti disitu, saya
coba menulis post lagi. Konten masih
sama, hanya saya tambahkan kalimat penutup “Apakah ini bentuk eksploitasi
terhadap perempuan?”. Sekaligus juga saya
unggah lagi beberapa capture foto. Lima menit berselang, saya
mendapat report lagi! Astaga...... Saya
semakin terheran – heran. Jangan – jangan yang me-report merupakan orang yang pro dengan aplikasi ini? Hm.
Saya tidak putus asa.
Saya tulis lagi keresahan tersebut di atas, saya sertakan lagi capture fotonya plus saya tambahkan
kalimat pengantar “DUA KALI POSTINGANKU DIREPORT. YA ALLAAH....”. Khawatir kena report lagi, saya bagikan tulisan
tersebut di 5 chat group line serta personally ke beberapa sahabat. Dalam 15
menit pertama post saya aman tidak mendapat
report. Respon yang ditunjukkan oleh
beberapa teman pun cukup bagus dengan juga membagikan tulisan saya ke khalayak.
Namun menit berikutnya, post saya hilang
lagi!
Lagi
– lagi saya tidak berputus asa. Saya mulai atur kalimat tulisan. Saya paparkan
secara singkat alasan saya membuat post tersebut
merujuk pada konten aplikasi yang termasuk dalam ranah penyelewengan agama juga
konten di website yang memuat unsur eksploitasi dan perendahan martabat
terhadap perempuan. Saya juga mengajak khalayak untuk ramai – ramai me-report aplikasi yang akan lebih banyak
mudharatnya ini.
Menit
– menit berlalu. Post saya aman,
alhamdulillah. Bahkan dua jam berikutnya post
saya disukai dan dibagikan oleh lebih dari 100 orang. Saya memang berharap post saya menjadi viral semata – mata
agar publik tahu bahwa aplikasi berkedok agama ini muncul dengan mulus di
tengah masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung norma dan nilai kehidupan.
Timing
saya dalam membuat post tersebut
kebetulan pas, beberapa jam setelah aplikasi nikahsirri di-launching. Khalayak yang tadinya belum tahu adanya aplikasi ini,
menjadi tahu dan memberikan berbagai sudut pandang mengarah ke kontra. Sehari
kemudian post saya ramai, hingga
detik saya menulis blog saat ini, post
saya disukai oleh 556 orang, dikomentari lebih dari 100 orang dan dibagikan
sebanyak 465 kali.
![]() |
Dok. Pribadi |
Jika
dibandingkan dengan post dari netizen
lainnya, barangkali post saya ini
kalah viral. Tapi bukan kuantifikasi yang saya maksudkan. Lebih dari itu saya
mendapatkan input dalam hidup saya atas viralnya post ini, antara lain:
- · Puji syukur post saya barangkali memberikan info baru pada khalayak tentang aplikasi nikahsirri yang baru saja di-launching tersebut, sesaat sebelum media pers memberitakan secara masif. Bisa saya sebutkan, netizen yang meninggalkan komentar di post saya 99,8% kontra dengan aplikasi nikahsirri. Sebagai salah satu upaya perlawanan, banyak netizen yang juga mengajak netizen lainnya untuk memberikan aduan ke Kemkominfo lewat email untuk memblokir aplikasi dan website tersebut. Ini menunjukkan bahwa rupanya semakin banyak netizen yang tanggap dan efisien dalam merespon suatu masalah.
- · Saya hampir tidak kenal pada semua netizen yang menyukai, mengomentari dan membagikan post saya. Benar – benar tidak kenal. Tapi kami ditautkan oleh adanya kesamaan perspektif; bahwa aplikasi nikahsirri sangat layak untuk diblokir karena beberapa pertimbangan. Betapa saya cukup terharu atas respon para netizen. Tidak saling kenal, tapi satu misi. Hehe jangan baper.
- · Media sosial berhasil menggiring opini publik. Saya sungguh tidak tahu apakah viralnya post saya menjadi salah satu penggerak instansi berwenang untuk menyikapi kehadiran aplikasi nikahsirri. Sehari setelahnya, tertanggal 23 September 2017 pukul 17.03, aplikasi nikahsirri sudah tidak tersedia di play store meski website masih eksis. Kemudian yang paling melegakan setelah melihat keresahan masyarakat yang semakin meluas, beberapa instansi seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPA) serta Komnas Perempuan mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk melakukan penutupan (pemblokiran) aplikasi. Beberapa provider internet juga secara independen memblokir website nikahsirri. Puncaknya pada tanggal 24 September 2017, Kemkominfo resmi memblokir aplikasi nikahsirri dan pembuat aplikasinya diringkus oleh kepolisian. Mampus lu hehe. Saya pribadi saat itu sudah membuat draft aduan untuk KemenPPA dan Kemkominfo. Namun belum sempat saya kirimkan, ternyata instansi berwenang sudah dengan cepat menindaklanjuti.
- · Kebebasan berekspresi dan berpendapat sangat saya rasakan dengan jelas manakala membaca satu demi satu komentar netizen di post saya. Sungguh, banyak netizen yang wawasannya sangat luas, banyak netizen yang masih bisa berkata – kata kasar (kepada pembuat aplikasi) juga banyak netizen yang kreatif sampai membuat meme. Apapun itu asalkan tidak melanggar UU ITE.
Layaknya
dua sisi koin, media sosial juga hadir dengan dua dampak; positif dan negatif.
Menjadi pengguna yang arif dan bijak adalah langkah yang tepat agar dampak
positif selalu lestari dirasakan. Viralnya post
bukan berarti akan menambah jumlah followers
atau melambungkan nama pengunggah, tapi insya Allah menjadi ladang pahala bersama jika memang
merupakan hal berfaedah yang mungkin bahkan bisa memberi konklusi atas sebuah
problema.
Dibalik
itu semua, saya sangat yakin ada di antara pembaca yang masih tidak tahu bahwa
viral merupakan kepanjangan dari virus virtual.
Jakarta,
25 September 2017.
Komentar
Posting Komentar