A dream doesn’t become reality through magic; it takes sweat, determination and hard work.
- Colin Powell
Foto bersama PK 159 dengan Bapak Rionald Silaban (Direktur Utama LPDP)
Prolog
Setidaknya quote di atas menjadi salah satu pengingat
terbaik pada setiap ikhtiar yang saya kerjakan, salah satunya ketikan
mengkhtiarkan lanjut studi S2 dengan beasiswa. Mengapa harus dengan beasiswa? Quick
answer, saya bukan terlahir dari keluarga yang mampu membiayai studi lanjut
saya baik S2 dan S3. Lalu jika saya Orang tua (mama) saya pernah berujar bahwa
beliau hanya mampu menyekolahkan saya sampai S1 saja. Itupun selama saya kuliah
S1 saya harus getol mencari dan mendapatkan beasiswa. Dan saya bersyukur sekali
Tuhan memberikan banyak pertolongan untuk saya meraih berbagai macam beasiswa dari
semester I hingga semester IX (iya agak telat lulus satu semester hihi),
sebutlah beasiswa BNI 46, beasiswa PPA, beasiswa Yayasan Tunas Muda Cendekia,
beasiswa Tanabe Foundation, dan Cera scholarship. Sungguh saya
berterimakasih untuk para penyedia beasiswa tersebut sehingga saya mampu
menamatkan kuliah S1 dengan lancar. Tipe beasiswa yang saya peroleh ini semuanya
jangka pendek bukan seperti Bidikmisi yang membiayai perkuliahan selama kurang
lebih empat tahun. Jadi setiap masa penerimaan beasiswa berakhir dalam setahun,
saya cari lagi beasiswa untuk semester atau tahun berikutnya sebab sebagian
besar penyedia beasiswa mensyaratkan tidak boleh menerima beasiswa lebih dari
satu beasiswa.
Long story short, pada tahun 2019 saya memutuskan untuk menyiapkan lanjut studi
S2. Saat itu saya sudah bekerja sekitar 2,5 tahun di Jakarta. Sebenarnya
keputusan ini agak mendadak mengingat rencana saya untuk melamar beasiswa S2
sekitar tahun 2021. Tapi karena sesuatu dan lain hal, saya memutuskan untuk
lebih dini memulainya.
Seperti yang saya kemukakan di awal, saya perlu memperoleh
beasiswa jika ingin melanjutkan studi. So, indeed yang saya lakukan
adalah dream big, work harder!
Menyiapkan Beasiswa di Tengah LDM dan Hamil Muda
Berjauhan sama suami alias LDM, lagi hamil dua bulan, harus kerja full
time¸ lalu punya ide buat menyiapkan aplikasi beasiswa. Kondisi tersebut
bukan tidak mungkin menjadi barrier saya dalam berikhtiar meraih beasiswa. Sehingga hal yang pertama kali saya siapkan adalah mentalitas saya
pribadi.
Keinget banget masa-masa hamil muda… pulang ngantor ke kos..
buka kamar nggak ada siapa-siapa.. segala sesuatu dilakukan mandiri mulai dari
beberes hingga masak. Apalagi mulai mencicil syarat pendaftaran beasiswa di
waktu yang tersisa setelah bekerja. Meski tidak mudah, saya berusaha untuk
melewati masa-masa itu dengan lapang dada.
Beasiswa yang pertama kali saya daftar adalah Beasiswa
Pendidikan Indonesia Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (BPI LPDP atau akrab
disebut LPDP). Bagi pembaca yang belum tahu, beasiswa LPDP merupakan beasiswa yang
diperuntukkan bagi warga negara Indonesia yang telah menyelesaikan Pendidikan S1/D4
untuk melanjutkan jenjang pendidikan magister (S2) dan doktor (S3). Pada tahun 2019, LPDP membuka dua tahap. Untuk pendaftaran tahap I dibuka mulai 10 Mei - 31 Mei 2019, sedangkan pendaftaran
beasiswa tahap II dibuka mulai 1 Juli - 10 September 2019. Saya melakukan apply
beasiswa pada tahap II, namun persiapannya sudah saya mulai sejak bulan
Januari sebab (lagi-lagi) kondisi saya yang bekerja full time, hamil, ditambah
persyaratan administratif yang tidak sedikit. Sehingga strategi yang saya
lakukan adalah menyiapkannya jauh-jauh hari.
Persyaratan administrasi yang saya siapkan pertama kali yaitu
skor kemampuan Bahasa Inggris. Dikarenakan sertifikat TOEFL saya sudah expired,
maka saya harus mengambil salah satu tes kemampuan Bahasa Inggris yang
disyaratkan. Disamping itu saya juga ingin mengetahui upgrade skor saya.
Sebagai salah satu bentuk persiapan, setiap weekend saya isi dengan belajar
tes Bahasa Inggris. Tes Bahasa Inggris yang saya ambil adalah TOEFL iBT. Komponen
tes TOEFL iBT kurang lebih sama seperti IELTS, yaitu terdiri dari Reading,
Listening, Writing, dan Speaking. Saya sempat mendapat celetukan
dari beberapa orang, termasuk suami kurang lebih, “ngapain harus belajar Bahasa
Inggris ‘kan keseharian kerja pakai Bahasa Inggris”.
Menurut saya menggunakan Bahasa Inggris dalam keseharian dan
menyiapkan tes Bahasa Inggris adalah dua hal berbeda. Kita bisa saja cakap
berbahasa inggris baik verbal maupun tulisan, tapi belum tentu memahami
strategi menjawab soal tes Bahasa Inggris dengan tepat dan efisien. Sehingga
tentu saja belajar menjadi salah satu persiapan sebelum tes Bahasa Inggris
dilakukan.
Saya merasa saat itu persiapan tes Bahasa Inggris saya masih
belum matang. Belajar ala kadarnya sambal tiduran karena itu adalah posisi ternyaman
buat bumil hahahaha. Di tengah-tengah belajar, nggak jarang suka ketiduran… Yah
begitulah konsisten saya lakukan selama kurang lebih dua bulan.
Saya mendaftar TOEFL iBT di salah satu English test centers
kredibel di Jakarta yang menjadi mitra ETS (berkantor di US) sebagai pihak yang
melakukan pengujian kompetensi Bahasa Inggris, yaitu Sun Education Group. Setelah
melakukan pendaftaran tes, saya pun mendapat lokasi tes yang ternyata lokasinya
cukup jauh dari kos saya tinggal. Kos di Cipete-Jakarta Selatan, tes di Ancol-Jakarta
Utara. Dan dapat jadwal tes pukul 08.00! Harus tiba di lokasi maksimal 45 menit
sebelum tes! Disinilah tangan Tuhan bekerja untuk menguatkan saya. Manajemen
waktu juga sangat krusial untuk saya lakukan.
Tanpa didampingi siapapun saya menuju lokasi tes bersama
Go-Car yang saya pesan. Saat itu saya sudah memasuki usia kehamilan 4 bulan,
sudah keliatan baby bump-nya. Setiba saya di lokasi tes, beberapa orang
mengonfirmasi pada saya, “mbak hamil?”. Lalu saya jawab dengan bangga, “iya”.
Ya saya bangga berikhtiar untuk mewujudkan mimpi saya bersama anak yang masih dalam
kandungan.
TOEFL iBT berlangsung secara online selama empat jam dengan
skema istirahat 15 menit setelah dua jam pertama. Ada cerita tersendiri selama
saya mengerjakan tes… Si bayi gerak-gerak terus dalam perut entah turut
merasakan stress ibunya atau untuk menyemangati haha. Meski demikian saya
berusaha fokus mengerjakan tes hingga akhir. Tes TOEFL iBT saat hamil jadi indescribable
feeling buat saya tersendiri. Duduk buat tes selama empat jam was really
not an easy task for a pregnant woman.
Dua minggu setelah tes, skor diumumkan secara online via akun
ETS. Alhamdulillah saya mendapat skor yang cukup untuk melampaui syarat pendaftaran
baik tujuan kampus dalam negeri dan luar negeri meski tidak sesuai target.
Langkah berikutnya yang saya lakukan setelah memperoleh skor TOEFL iBT yaitu menulis
proposal dan rencana studi. Proses penulisan ini memakan waktu lebih dari
sebulan karena saya perlu merenungi ulang tujuan dan misi saya lanjut atudi,
membaca banyak literatur untuk menulis bagian rencana penelitian, hingga proses
peer review. Sembari menulis proposal dan rencana studi saya menyiapkan
berkas yang lain seperti surat keterangan dari tempat bekerja, surat keterangan
sehat, surat bebas narkoba dan lainnya. Saya juga mulai menghubungi beberapa
orang untuk memberikan surat rekomendasi.
Saya memiliki cita-cita untuk kuliah S2 hingga S3 di luar
negeri. Tapi karena beberapa pertimbangan tertentu, saya putuskan untuk lanjut
studi S2 di dalam negeri. Dalam hal ini saat saya apply beasiswa LPDP,
saya belum memiliki Letter of Acceptance (LoA). Saya berencana mendaftar
kampus setelah saya dinyatakan sebagai penerima beasiswa LPDP.
Sembari melengkapi syarat administrasi, saya memanfaatkan
waktu luang untuk belajar Tes Potensi Akademik (TPA) dan mempelajari isu
terkini sebagai bentuk Seleksi Berbasis Komputer (SBK), apabila dinyatakan
lolos Seleksi Administrasi. Sebenarnya tidak cukup banyak waktu yang saya
miliki karena load pekerjaan dan saya yang sudah masuk trimester dua kehamilan
sehingga juga mulai fokus menyiapkan persalinan.
Anyway, setelah semua berkas lengkap, saya cek bolak-balik tak terhitung berapa
kali selama beberapa hari untuk memastikan bahwa semua dokumen siap diunggah ke
laman pendaftaran. Saya ingat betul, saya melakukan submit dokumen H-1
sebelum saya pulang untuk cuti melahirkan yaitu tanggal 15 Juli 2019. Sebulan setelahnya,
tanggal 15 Agustus, saya melahirkan anak pertama kami.
![]() |
Gambar 1. Dokumen administrasi siap upload |
Masih Berjuang Pasca Persalinan
Pada tanggal 24 September 2019, hasil Seleksi Administrasi
LPDP diumumkan. Alhamdulillah.. saya lolos. Tapi ada kepanikan yang menyerang
saya saat itu. Sekitar sebulan lagi saya akan menghadapi SBK tapi persiapannya
masih… alamaak! Ibu-ibu yang sedang membaca tulisan saya ini pasti tahu
repotnya mengurus new born baby. Meski selama sebulan saya cuti sebelum
melahirkan coba belajar TPA, tapi masih belum maksimal. Saya pun atur strategi
untuk perbanyak latihan soal TPA dan perbanyak baca info terkini sebisanya di
waktu yang tersisa pasca pengumuman Seleksi Administrasi.
![]() |
Gambar 2. Email pemberitahuan hasil Seleksi Administrasi |
Saya memperoleh jadwal SBK pada tanggal 7 Oktober 2019 di
Jakarta. Posisi saya yang saat itu masih di Brebes (tempat tinggal mertua)
mengharuskan saya untuk meninggalkan anak yang belum genap berusia dua bulan ke
Jakarta. Sedih banget rasanya. Saya menahan tangis saat saya berpamitan dengan
anak saya yang masih tidur pulas. Tapi saya yakinkan dalam diri bahwa semoga
ini menjadi perjuangan yang penuh berkah.
Saya tiba di Jakarta H-1 seleksi. Keesokan harinya saya
melaksanakan SBK di BKN Pusat, Jakarta Timur. Agak minder ketika melihat para
peserta asyik mempelajari buku TPA... Beberapa saya amati membaca e-newspaper
di gadget. Saya jadi meraba-raba mereka sudah belajar apa aja, ya? Tercenung
cukup lama sampai akhirnya saya ingat wajah anak saya. Ah, bismillah.. Semoga
Tuhan memberi pertolongan.
Tes SBK berlangsung sekitar dua jam dan selama itu pula saya
merasa ASI saya penuh sekali. Usai tes saya bergegas pulang ke rumah kos kawan tempat
saya menginap untuk pumping ASI. Hal yang saya pikirkan saat itu adalah ingin
segera pulang bertemu anak.
Singkat cerita pada tanggal 25 Oktober 2019, LPDP mengumumkan
bahwa saya lolos SBK dan masuk ke tahap seleksi akhir yaitu Seleksi Substansi (Wawancara). Timing Tuhan begitu tepat buat saya pribadi karena jadwal
saya seleksinya bertepatan dengan saya yang sudah kembali ke Jakarta untuk
bekerja. Saat kembali ke ibukota, saya dalam kondisi masih LDM dengan suami,
membawa serta anak, namun syukurnya ditemani bulik saya selama disana.
Seleksi Substansi meliputi seleksi mengenai wawasan umum dan
hal-hal yang berkaitan dengan rencana studi. Saat saya hendak duduk di hadapan
interviewers, salah seorang dari mereka bertanya pada saya, “mbak kok keliatannya
bawaannya banyak sekali?”. Saya tersenyum kecut. Nasib ibu menyusui… jadi saya
harus bawa peralatan tempur mulai dari pumping, botol kaca hingga cooler
bag. Karena jadwal wawancara pertama pada pagi hari dan wawancara kedua
sore hari, praktis saya harus pumping ASI.
![]() |
Gambar 3. Suasana di lokasi Seleksi Substansi |
Usai Seleksi Substansi saya bernafas lega. Akhirnya saya sudah
melalui semua tahapan seleksi LPDP. Keputusan lolos atau tidaknya, biar Tuhan
yang merestui.
Dinyatakan Sebagai Awardee
![]() |
Gambar 4. Pengumuman hasil Seleksi Substansi |
Pada tanggal 20 Desember 2019, saya memperoleh pengumuman bahwa
saya lolos Seleksi Substansi. Tangis haru membuncah saat saya membaca
pengumuman tersebut. Artinya sedikit lagi langkah saya menjadi awardee LPDP.
Saya ingat lagi perjuangan saya dari awal tahun. Yaa Allah, terima kasih.
Agenda pasca pengumuman Seleksi Substansi adalah Persiapan
Keberangkatan (PK) yang diselenggarakan di Jakarta. Posisi saya sudah pindah ke
Jogja dan bekerja secara remote untuk kantor. Kegiatan PK berlangsung
selama lima hari dan saya harus meninggalkan anak selama itu. Siapa yang tidak
sedih?
Ketika saya hendak berangkat ke bandara untuk terbang ke
Jakarta, saya cium dan peluk anak dengan derai air mata. Saya belum pernah
meninggalkan anak se-lama ini. Tapi mau bagaimana lagi, jika tidak mengikuti PK
maka otomatis akan gugur sebagai awardee LPDP. Saat itu saya berdoa
semoga keberangkatan saya ke Jakarta bukan jadi hal yang egois untuk anak saya.
![]() |
Gambar 5. Di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta sebelum check-in untuk terbang ke Jakarta |
Tanggal 1 Maret 2020 saya tiba di Jakarta dan waah it’s
time for PK! Dibalik gejolak hati meninggalkan anak dan suami di Jogja,
saya coba redam dengan antusiasme saya bertemu teman-teman angkatan PK 159 yang
semuanya sangat baik dan hebat. Dan ternyata saya bukan satu-satunya ibu
menyusui, ada empat orang lainnya! Kami saling support dan mengingatkan
untuk pumping ASI di sela-sela kegiatan.
Saya coba menikmati setiap alur kegiatan yang padat dan mengambil
peran semampunya selama PK berlangsung. Beberapa hal diantaranya menjadi MC
Opening Persiapan Keberangkatan dan mengikuti PK Got Talent. Untuk PK Got
Talent, alhamdulillah jadi Juara II. Achievement sederhana ini saya
persembahkan untuk anak di rumah hihihi.
![]() |
Gambar 7. MC Opening Persiapan Keberangkatan PK 159 |
![]() |
Gambar 8. Tampil sebagai peserta PK 159's Got Talent |
Menjelang penutupan PK di hari kelima, kami semua akhirnya menandatangani
Pakta Integritas dan dinyatakan sebagai awardee LPDP. Ini adalah momen terbaik
yang sangat bersejarah!
Epilog
Perjuangan belum berakhir. Justru inilah awal dari mimpi-mimpi berikutnya dibangun.
Terima kasih suamiku atas restumu sehingga aku bisa melalui semua fase untuk memperoleh beasiswa LPDP dengan lancar. Terima kasih anakku, ibu tahu engkau selalu mendoakan ibu. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu saya selama menyiapkan aplikasi dan seleksi beasiswa LPDP. Terima kasih LPDP atas beasiswa yang diamanahkan untuk saya melanjutkan studi. Terima kasih PK 159 atas keseruannya selama PK yang telah tanpa secara langsung meredam gejolak kerinduan saya terhadap keluarga.
![]() |
Gambar 10. Kelompok Piaynemo PK 159 |
Semoga saya senantiasa menjaga amanah dan memberikan yang
terbaik untuk Pertiwi.
Bandar Togel Bonus Terbesar
BalasHapusCeritanya sangan menginspirasi kak :)
BalasHapus